Love In The Dark

Title                : Love In The Dark
Author            : coolcat951007
Genre              : romance, angst
Length            : 1/1 (1s)
Rate                : general
Cast                :
-          Choi Eunsun
-          Yong Junhyung
-          Choi Ji Na (G.Na)




Pria itu melebarkan senyumnya seraya berjalan menghampiri seorang gadis dengan pakaian pasien yang duduk dengan sangat manis di atas kursi roda yang berada tepat dibawah pohon rindang di halaman rumah sakit.
“apa kabar nona Choi?” pria itu membuka suara yang membuat gadis itu sedikit terkejut menolehkan kepalanya ke arah pria itu dengan mata yang entah menatap kemana.

Seulas senyum tergambar dengan jelas di bibir gadis itu, membuat wajah lembutnya terlihat sangat manis.
“sepertinya kau sedang senang, dokter Yong”
“bagaimana kau tau? Apa kau melihatku tersenyum?” pria itu membungkukkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada gadis yang duduk di atas kursi rodanya dengan tawa kecil.
“kau bermaksud mengejekku? Jauhkan wajahmu dariku” ucap gadis itu mendorong wajah pria di hadapannya menjauh dari miliknya. Reaksinya mampu membuat pria di dekatnya segera melebarkan tawanya yang membuat matanya sedikit menyipit.
“seandainya saja aku bisa melihatmu” suara lembut yang keluar dari bibir mungil gadis itu menghentikan tawa pria di dekatnya yang segera menatap lembut dengan air mata yang sudah membendung. Gadis itu tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya dengan sangat perlahan.
“kau tak perlu merasa kasihan seperti itu padaku” pria itu segera melebarkan senyum lembutnya saat gadis itu lagi-lagi berhasil menebak apa yang dia rasakan.
“kenapa aku harus kasihan padamu?” gadis itu terdiam mendengar ucapan dari pria yang kini tengah menatapnya dengan kerlingan jahilnya. Terlihat dengan sangat jelas, gadis itu hendak mengucapkan sesuatu yang sepertinya terasa begitu berat untuk di ucapkan. Merasa tak mampu mengucapkan apa yang seharusnya di ucapkannya dengan tegar, gadis itu memilih untuk menundukkan kepalanya. Menyembunyikan wajahnya yang lembut.
“kau memang tak bisa melihat, tapi kau bisa merasakan apa yang terjadi di sekitarmu dengan sangat baik. Kau bahkan bisa merasakanku” lanjut pria yang kini mulai membelai lembut rambut gadis di kursi roda itu dan mengangkat wajah lembut yang mampu membuat jantungnya berdetak dengan sangat kencang.
***

“selamat pagi Eunsun a” Junhyung membuka pintu dan tersenyum hangat dengan matanya yang berbinar menatap seorang gadis yang tengah mengunyah sarapan paginya.
“ah~ selamat pagi dokter Yong” balas Eunsun dengan sedikit nada mengejek dalam nada suaranya. Seorang gadis dengan rambut panjang yang tadinya duduk di samping ranjang Eunsun sambil menyuapi gadis itu, kini berdiri dan tersenyum ramah pada Junhyung yang membungkuk kecil padanya.
“serahkan padaku saja, noona” Junhyung segera meraih sepiring bubur dari tangan gadis yang kini menatapnya dan Eunsun secara bergantian dengan tatapan dan senyum lembutnya.
“bagaimana harimu, nona Choi?” tanya Junhyung pada gadis yang terduduk di ranjang rumah sakit dengan pakaian pasien dan senyum manisnya yang terlihat cerah.
“masih tetap gelap” balas Eunsun dengan di barengi tawa kecil olehnya. Membuat Junhyung mau tak mau segera membalas tawa itu seraya memasukkan satu sendok bubur ke dalam bibir mungil Eunsun.
“Ji Na unni, kenapa masih mematung disana? Kau tidak pergi kerja?” tanya Eunsun yang menyadari keberadaan gadis yang tadi menyuapinya masih berdiri di dekat pintu memperhatikannya bersama Junhyung.
“ah iya, Junhyung-ssi aku titip Eunsun” ucap gadis itu dengan senyum mengembang di bibirnya seraya mengangkat kakinya melangkah meninggalkan Eunsun bersama Junhyung yang masih setia duduk di samping ranjang gadis itu dengan tatapan tajamnya yang mengantarkan kepergian Ji Na hingga menghilang di balik pintu.
“Junhyung a, ada apa?” Eunsun yang merasa sedikit aneh segera bertanya pada Junhyung yang segera menggelengkan kepalanya dengan tersenyum dan kembali menatap gadis yang tak pernah bisa menatapnya itu dengan sangat lembut.
***

Junhyung, menggenggam erat pegangan kursi roda Eunsun yang menikmati langit malam di atap rumah sakit bersamanya.
“kenapa kau sangat suka menatap langit malam walau kau bahkan tak bisa melihatnya” Junhyung mulai bertanya pada gadis yang kini justru tersenyum dengan sangat lembut membuat kerutan halus pada dahi Junhyung sedikit terlihat.
“aku memang tak bisa melihatnya, tapi aku merasakannya”
“seperti apa rasanya?”
“sejuk. Rasa yang sama seperti saat kau menatapku”
“benarkah? Jadi aku menyamakan aku dengan langit malam?” Junhyung sedikit mengerucutkan bibirnya dan gadis yang duduk dengan manis di kursi roda itu hanya mampu terbahak kecil.
“langit malam terkadang terlihat mengerikan. Gelap dan dingin. Tapi siapa yang tahu bahwa di sana terdapat sangat banyak kehangatan. Sama sepertimu. Ji Na unni bahkan mengaku sangat takut untuk menatapmu. Tapi aku tahu kau menyimpan banyak kelembutan dan kehangatan” Junhyung tersenyum kecil menahan degupan jantungnya yang mulai tak karuan seraya menganggukkan kepalanya.
“sebenarnya aku tidak suka gelap, tapi kau malah menyamakan aku dengan langit yang sangat gelap”
“kenapa tidak suka gelap? Kau takut?”
“tidak, hanya saja aku tidak bisa melihat dengan baik dalam gelap”
“gelap tidak selamanya buruk. Selama ini yang dapat kulihat hanya gelap. Dan itu indah, gelap membuatku lebih mampu untuk merasakan sesuatu. Gelap juga yang membuatku selalu dapat merasakan kehadiranmu, senyummu, dan kehangatan yang selalu kau berikan”
“sudahlah, kau membuatku malu Eunsun a” balas Junhyung yang berusaha mengalihkan wajah Eunsun yang mendongak tepat menatap wajahnya. Meskipun dia tahu, Eunsun tak bisa melihat wajahnya yang memerah, tapi Junhyung tetap memilih untuk menyembunyikan wajahnya.
***

“Junhyung-ssi, kita perlu bicara sebentar” Ji Na menarik Junhyung menjauh dari Eunsun yang tengah tertidur di ranjangnya dengan sangat pulas.
“sampai kapan kau akan membohonginya?” Ji Na menatap lurus tepat pada manik mata Junhyung yang kini memancarkan sedikit keraguan.
“noona, tidak lama lagi aku akan meninggalkannya”
“aku tahu, dan kau akan terus membohonginya seperti ini sampai kau pergi? Kau tega sekali Junhyung a”

Junhyung terdiam. Kali ini pikirannya mulai tak karuan. Air matanya sudah hampir membendung di kedua matanya yang masih mendapat tatapan tajam dari Ji Na,
“kumohon hentikan. Berhenti membohongi adikku. Berhenti memberinya harapan seolah kau akan selalu ada untuknya sampai kapanpun” butiran-butiran air yang lembut mulai jatuh perlahan membasahi pipi Ji Na yang membuat pikiran Junhyung semakin tak karuan.
“aku akan memberitahunya nanti” ucap Junhyung seraya menundukkan kepalanya. Menyembunyikan wajahnya yang sudah tak mampu membendung air mata yang akan mengalir dari matanya.
“kapan? Setelah kau meninggalkannya?”
“waktuku tak banyak. Ku mohon beri aku sedikit kesempatan untuk tetap bersamanya, noona”
“ku mohon mengertilah perasaan Eunsun” ucap Ji Na menyelesaikan ucapannya seraya melangkahkan kakinya berjalan menjauh dari Junhyung yang sudah tak mampu menopang tubuh dengan kedua kakinya lagi.

Pria itu terjatuh, dan membiarkan lututnya menjadi penopang tubuhnya yang terasa begitu lemas. Air matanya mengalir dengan begitu deras membasahi wajahnya.
***

“unni, kau tidak pergi kerja?” Eunsun bertanya pada kakaknya yang duduk di samping ranjangnya seraya mengupas beberapa apel yang akan di makan Eunsun.
“tidak, aku mengambil cuti selama seminggu” balas Ji Na seraya melebarkan senyum simpul di bibirnya.
“cuti? Kenapa? Kau mencemaskanku?” hening. Ji Na tak mampu menjawab pertanyaan Eunsun dan hanya memilih menatap adiknya dengan iba.
“tenanglah unni, dokter Yong akan menjagaku. Jadi kau tak perlu cemas” lanjut Eunsun dengan senyum yang melebar di bibirnya dengan sangat indah.
“berhenti bergantung padanya. Walau aku tahu kau mencintainya, lupakan dia” balas Ji Na ketus yang membuat dahi Eunsun sedikit berkerut. Terlihat begitu banyak pertanyaan dari wajah Eunsun yang membuat Ji Na segera mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
“unni….. ada apa?” Eunsun bertanya dengan penuh keraguan sesaat sebelum seorang pria muncul dari balik pintu dengan senyum lembutnya yang terlihat lemah.
“annyeong!” sapa pria yang kini berjalan melangkah mendekati Eunsun dan tersenyum ramah pada Ji Na yang menatapnya tajam.
“ah! Junhyung a, kau kenapa?”
“aku? tidak apa-apa, memang kenapa?”
“suaramu terdengar sedikit berbeda” ucapan Eunsun tiba-tiba membuat Junhyung terdiam. Pria itu segera menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan air mata yang hendak jatuh. Sementara Ji Na, gadis itu hanya terdiam menatap Junhyung iba. rasa benci dan kasihan menjadi satu dalam hatinya. Perasaannya mulai tak karuan melihat pria itu meneteskan butir-butir air matanya.

BRAKK

Ji Na membanting daun pintu setelah membawa tubuhnya berlari meninggalkan ruangan itu. Eunsun hanya terdiam. Dengan wajah bingungnya, gadis itu mencoba menerka-nerka apa yang sedang terjadi.
“Eunsun a, aku membawa kabar baik” ucap Junhyung dengan senyum lemahnya yang melebar setelah dia mampu menghentikan air mata yang membasahi wajahnya.
“apa yang terjadi? Apa unni marah padamu? Apa….”
“kau akan bisa melihat secepatnya, Eunsun a” Junhyung memotong kalimat Eunsun sebelum sempat gadis itu menyelesaikannya.

Eunsun terdiam sejenak. Mencoba mencerna setiap kata yang baru saja Junhyung ucapkan.
“benarkah?” Junhyung mengangguk perlahan dengan senyum simpul di bibirnya.
“apa Ji Na unni sudah tau? kau tidak sedang berbohong kan?”
“aku belum memberitahu Ji Na noona, hey kau tidak percaya pada doktermu sendiri?” balas Junhyung sedikit menggoda membuat seulas senyum terukir di bibir Eunsun.
“hey Ji Na unni terlihat sedang tidak baik hari ini. apa yang terjadi padanya?” Eunsun kembali membuka pembicaraan tentang Ji Na yang membuat Junhyung sedikit merasa bersalah.
“entahlah” satu kata yang terucap dari bibir Junhyung seraya menaikkan kedua bahunya yang membuat Eunsun terdiam, sedikit mencemaskan kakak perempuannya.
“jika operasinya berhasil, apa hal pertama yang ingin kau lakukan?” Junhyung memecah keheningan yang terjadi yang membuat Eunsun mengukir senyumnya yang begitu cerah.
“aku ingin melihatmu sebagai orang pertama yang kulihat” balas Eunsun yang tiba-tiba membuat Junhyung terdiam. Lehernya terasa tercekat, tak ada sepatah katapun yang mampu keluar lagi dari bibirnya yang membeku. Rahangnya mengeras dan giginya mengatup. Perlahan, air mata yang berusaha ditahan olehnya akhirnya jatuh membasahi kedua pipinya.

Senyuman Eunsun mulai meredup perlahan, dahinya berkerut. Gadis itu mencoba untuk menajamkan telinganya untuk mendengar apa yang Junhyung sedang lakukan.
Hening. Tak ada sedikitpun suara yang terdengar. Eunsun menggigit bagian bawah bibirnya.
“Junhyung a?” panggilnya ragu sesaat sebelum dirasakan olehnya sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh permukaan bibirnya. Eunsun merasakan jantungnya berdetak dengan sangat kencang. Gadis itu juga mampu mendengar degupan jantung yang sama tak karuannya dengan miliknya dari pria yang sedang mengulum bibirnya dengan lembut.
“saranghae” bisik Junhyung lembut di telinga Eunsun yang masih membeku setelah ciuman yang dia daratkan tepat di bibir gadis itu sesaat sebelum pria itu merengkuh tubuh mungil Eunsun dalam pelukannya.
***

“unni, apa kau tidak melihat Junhyung?” Eunsun bertanya pada Ji Na yang tengah menggenggam erat tangan adik kesayangannya saat akan memasuki ruang operasi. Ji Na tidak menjawab. Dia hanya terdiam, perasaannya mulai tak karuan saat melepaskan tangan Eunsun perlahan ketika sampai di depan pintu ruang operasi.

Ji Na memejamkan matanya dan mengucapkan beberapa doa untuk sedikit membuat hatinya tenang. Perlahan, ingatan Ji Na melayang pada Junhyung yang kemarin menitipkan sebuah surat untuk Eunsun padanya. Tangan Ji Na mulai merogoh isi dalam tasnya, mencari surat yang di berikan Junhyung padanya. Air matanya mulai mengalir perlahan menatap surat dan sebuah album yang di genggamnya dengan sangat erat.
“pastikan surat dan album ini adalah hal pertama yang dia lihat” suara Junhyung kembali tengiang dalam pikirannya.

Gadis itu akhirnya menjatuhkan tubuhnya di atas kursi tunggu dan menyandarkan tubuhnya serta mengangkat wajahnya dengan mata tepejam. Perlahan, air mata jatuh mengalir membasahi wajah mungilnya.
“apa yang kau pikirkan Yong Junhyung? Kenapa kau tega melukai Eunsun? Dan sial! Kenapa aku harus ikut berperan membantu mu?” runtuk Ji Na dengan air mata yang terus mengalir dengan derasnya.
***

“baiklah, apa kau sudah siap?” seorang dokter bertanya pada Eunsun yang tak di jawab sedikitpun olehnya.
“nona Choi?” sang dokter mencoba bertanya kembali pada Eunsun yang masih tetap terdiam.
“Eunsun a?” kali ini giliran Ji Na yang berada di dekat Eunsun yang memanggil nama gadis itu mencoba menyadarkannya.
“unni, dimana Junhyung? Aku ingin melihatnya sebagai orang pertama yang kulihat” kalimat Eunsun membuat dada Ji Na terasa sedikit sesak. Dengan senyumnya yang di lebarkan dengan lemah di bibirnya, Ji Na meletakkan surat dan album dari Junhyung di genggaman Eunsun.
“Junhyung tidak bisa datang hari ini, jadi dia menitipkan itu untukmu sebagai pengganti kedatangannya”
“bagaimana dia tidak datang saat pasiennya melakukan operasi? Bukankah seharusnya dia yang mengoperasi mataku?”
“sudahlah! Kau tak tahu apa yang terjadi, kumohon jangan menambah sulit” Ji Na yang sedikit kehilangan kesabarannya, membentak Eunsun yang membuat gadis itu segera bungkam. Eunsun mengeratkan genggamannya pada album yang baru saja Ji Na berikan padanya.
“baik, apa kau sudah siap?” kali ini Eunsun mengangguk lemah dengan perasaan kecewa yang menghantui benaknya.

Dirasakan olehnya, ketika sang dokter mulai membuka perban yang menutupi matanya perlahan. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Hati kecilnya terus berharap untuk menemukan Junhyung sedang tersenyum dengan lembut di hadapannya saat dia membuka matanya nanti.
“baiklah, sekarang buka matamu perlahan” Eunsun menurut. Dengan sangat perlahan, gadis itu membuka kedua matanya. Gadis itu sedikit menyipitkan kedua matanya ketika menerima cukup banyak cahaya yang tiba-tiba masuk kedalam matanya dan baru benar-benar membuka kedua mata itu saat dirasakan matanya sudah mulai terbiasa menerima cahaya yang ada.

Sebuah senyum terukir di bibir mungil Eunsun saat melihat wajah Ji Na yang berada di dekatnya dengan wajah tegang.
“unni, aku bisa melihat” ucap Eunsun dengan senyum lebar yang membuat Ji Na menghela napas lega dan tersenyum dengan sangat bahagia.
***

Eunsun terdiam, menatap surat yang berada di genggamannya sejak tadi. Perlahan, gadis itu membuka surat di tangannya dengan ragu dan mulai membaca setiap setiap goresan tinta yang tertata rapi di sana.

Eunsun a,
Kau sudah bisa melihat? Bagaima? Kau senang?
Tersenyumlah, aku merasa senang sekali melihat senyummu.
Maaf, aku tak bisa mengabulkan keinginanmu untuk melihatku sebagai orang pertama yang kau lihat. maaf aku sudah mengecewakanmu.
Aku, maafkan aku. aku sudah terlalu banyak menyakitimu. Aku selalu berbohong padamu. Aku terlalu takut untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Karena kau tahu? Aku ingin menghabiskan seluruh sisa waktuku denganmu.
Aku bukan seorang dokter yang bertugas untuk merawatmu. Aku bahkan tak pantas menjadi seorang dokter. Aku, sebenarnya aku juga seorang pasien. Sama sepertimu. Hanya saja aku tidak beruntung sepertimu. Aku sudah tak punya kesempatan untuk melanjutkan hariku lagi. Aku sudah tak bisa menikmati hangatnya sang mentari. Aku juga sudah tak bisa menikmati langit malam lagi.
Leukemia, kau tahu tentang penyakit itu? Ya, aku seorang pengidap leukemia yang kebetulan bertemu denganmu di rumah sakit dengan cara yang sangat sederhana dan mencintaimu dengan tulus.
Aku sudah terlalu banyak menyakitimu, maaf.
Aku tidak ingin meninggalkanmu dengan penuh perasaan bersalah karena membiarkanmu terus melihat gelap yang tak kunjung hilang. Maka aku putuskan untuk memberikan mataku untukmu. Dengan begitu, kita akan tetap bersama. Aku akan tetap melihat untukmu. Dan aku tetap berada di dekatmu sampai kapanpun. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk menebus semua dosaku. Semoga kau mau memaafkanku dengan ini.
Jangan menangis Eunsun a, karena tidak ada yang berubah dengan ini. aku tetap berada di dekatmu. Tetap melihat untukmu. Begitu juga denganmu, tetap tak bisa melihatku, tapi tetap bisa merasakan kehadiranku, benar kan?
Tersenyumlah Eunsun a, dan aku akan bahagia untukmu. Percayalah, aku akan tetap bersamamu menemanimu, aku akan selalu mengiringi langkahmu dan menjagamu. Percayalah :)

Air mata menetes jatuh dari mata Eunsun yang terasa perih. Air mata jatuh membasahi kedua pipinya yang lembut.

Eunsun menggerakkan tangannya perlahan meletakkan surat di sampingnya dan mengambil sebuah album yang tidak terlalu tebal. Gadis itu membukanya perlahan dan memperhatikan setiap wajah yang ada disana.
 Seorang pria dengan pakaian pasien yang sama dengan yang pernah dia gunakan.

Beberapa foto dalam album itu memperlihatkan kedekatan pria itu dengan Eunsun, membuat air mata mengalir semakin deras.
“bodoh, kenapa kau berbohong padaku?” maki Eunsun dengan sedikit berbisik di sela tangisnya sebelum dia mulai menjatuhkan tubuhnya dan mulai menangis sejadi-jadinya seraya memeluk erat album yang berisi sangat banyak gambar pria yang tidak akan bisa dilihatnya sampai kapanpun.

THE END**

P.s : mian kalo rada aneh ya~ udah lama gak bikin ff jadi kaku rasanya keke :D